Berpikir kritis atau critical thinking  adalah salah satu kemampuan yang perlu diajarkan dan terus diasah pada anak. Mengapa? Karena dengan memiliki kemampuan tersebut, anak akan mampu mempertanyakan dan menggugat hal-hal yang tidak menguntungkannya serta tidak memiliki dampak yang baik bagi orang lain di sekitarnya. Berbekal kemampauan berpikir kritis, mereka akan tumbuh menjadi orang yang tidak mudah diperdaya dan bisa memperjuangkan haknya sendiri juga membela orang-orang di sekitarnya.

Dilansir dari situs parenting.co.id, Amy Morin, L.C.S.W., psikoterapis dari Northeastern University, Boston, AS mengatakan bahwa untuk melatih anak yang demikian, bisa dimulai dengan komunikasi yang konstruktif dari lingkungan keluarga. Anda, sebagai orang tua bisa membuka komunikasi konstruktif tersebut dengan cara-cara berikut:

  • Mendengarkan pendapatnya

Selalu beri kesempatan anak untuk menyampaikan pendapatnya terhadap hal apa pun. Saat Anda menunjukkan bahwa Anda menghargai apa yang dia pikirkan, dia akan mulai menghargai pendapatnya sendiri. Hal ini penting untuk mengasah pikiran kritisnya yang berperan untuk membantunya membuat keputusan yang sehat.

 

  • Mengajukan pertanyaan terbuka

Komunikasi yang konstruktif ditandai dengan pertanyaan terbuka. Hindari untuk membuat pertanyaan yang membuat anak hanya terjebak pada 2 jawaban saja, misalnya, ya atau tidak, mau atau tidak mau, bisa atau tidak bisa, kuning atau hijau, nasi atau mi, dan lain sebagainya. Pertanyaan terbuka yang menggunakan kata tanya seperti ‘bagaimana’ akan mendorongnya mengeksplorasi pemikirannya lebih dalam. Tanyakan padanya bagaimana dia sampai pada keputusannya dan mengapa dia berpikir seperti itu.

 

  • Membicarakan cara memperoleh lebih banyak “kebebasan”

Ini adalah hal yang tidak semua orang tua akan bersedia memberikannya. Akan tetapi, hal ini penting dilakukan untuk menumbuhkan sikap kritisnya. Ajak anak berdiskusi tentang bagaimana ia bisa mendapatkan lebih banyak kebebasan baik di rumah maupun sekolah. Kebebasan yang dimaksud di sini bukanlah kebebasan untuk tidak melakukan sesuatu, melainkan kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai kemampuan dan standar anak. Jadikan momen ini kesempatan untuk mengajarkan bahwa peraturan dibuat berdasarkan kemampuan orang yang menjalaninya. Oleh karenanya, ia perlu andil untuk menunjukkan tanggung jawab apa saja yang bisa ia lakukan. Jadi, jika dia menyelesaikan pekerjaan rumahnya dan mengerjakan tugasnya tanpa pengingat, ia akan lebih mandiri dan itu membuatnya merasa dipercayai oleh Anda.

 

Sumber: Parenting.co.id

  • Post author:
  • Reading time:2 mins read