Ada perubahan yang begitu ekstrim terjadi di dunia pendidikan, yaitu penghapusan ujian nasional atau UN. Ada yang menganggap ini perubahan yang positif. Namun, ada juga yang skeptis dan menganggap bahwa ini kebijakan yang bisa menurunkan kualitas pendidikan.

Pro Kontra Penghapusan UN

Hampir setiap kebijakan itu menuai pro dan kontra. Karena pada dasarkan kebijakan itu sebuah keputusan yang dianggap sebagai solusi dan sebuah masalah. Dan ada saja orang yang menganggap kebijakan tersebut sebagai solusi. Ada yang tidak.

Apalagi kebijakan yang begitu ekstrim, yaitu menghapus ujian nasional. Ini bukan hal yang sepele mengingat UN merupakan ritual yang digunakan selama bertahun-tahun untuk mengukur kualitas belajar siswa. Mereka yang tidak setuju dengan penghapusan UN merasa kebijakan ini sebagai langkah mundur. Ada kesan di mana pemerintah tidak mau menaikkan level pendidikan di Indonesia.

Lebih dari itu, mereka yang kontra dengan kebijakan ini juga merasa penghapusan UN bisa membuat motivasi anak untuk belajar turun. Karena selama ini siswa takut sekali tidak lulus UN sehingga mereka akan berjuang sekuat tenaga agar bisa lulus UN. Sekolah memfasilitas kelas pengayaan agar peserta didiknya siap menghadapi UN. Tidak sampai di sana saja. Ada juga siswa yang mengambil les privat setelah pulang sekolah.

Alasan yang tidak kalah masuk akal juga diutarakan oleh mereka yang pro dengan penghapusan ujian nasional. Bagi mereka, UN tidak bisa dijadikan tolok ukur kualitas pendidikan setiap siswa dan juga kualitas pendidikan nasional secara umum. Bagaimana bisa siswa selama 3 tahun yang mempelajari banyak sekali mata pelajaran hanya diuji dengan 3 mata pelajaran di UN saja. Bagi mereka, ini bukan hal yang masuk akal.

Selain itu, tidak ada keadilan sama sekali. Setiap anak memiliki bakat yang berbeda. Ada banyak siswa yang kuat di bidang atau di mata pelajaran yang tidak digunakan di dalam ujian UN. Maka tidak fair jika anak tersebut dianggap kurang pintar jika akhirnya tidak lulus hanya karena ia tidak bisa mengerjakan soal UN yang memang bukan mata pelajaran yang ia kuasai.

Belum lagi masalah keadilan secara lebih besar lagi. Jelas kualitas siswa di kota besar berbeda dengan kualitas siswa yang ada di pedesaan. Begitu juga perbedaan antara kualitas pendidikan di pulau Jawa dengan di luar pulau Jawa, terutama di provinsi terbelakang.

Dari sanalah penghapusan ujian nasional dianggap sebagai kebijakan yang harus dilakukan. Karena UN tidak bisa dijadikan patokan untuk menilai kualitas pendidikan siswa, apalagi sebagai sebagai bahan penilaian pendidikan secara nasional.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara untuk memastikan anak-anak tetap belajar dengan rajin. Dalam hal ini, ketika pemerintah menghapus UN, ada kebijakan lain yang diambil.

Mengukur Kualitas Pendidikan Tanpa UN

Sebenarnya, kalimat UN dihapus itu menjadi kalimat yang sangat kontroversial. Sehingga selama beberapa bulan, kebijakan tersebut terus dipertanyakan oleh publik, khususnya mereka yang kurang sepakat dengan kebijakan tersebut.

Pemerintah melalui Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim mengatakan lebih tepatnya UN diganti dengan standar penilaian nasional yang baru yang dinamakan dengan Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter.

Apa itu Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter?

Pengganti UN dinamakan dengan Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter. Ini dianggap sebagai cara menilai kualitas siswa yang lebih tepat dan adil. Dikatakan tepat dan adil karena penilaian kualitas siswa tidak hanya berdasarkan 3 mata pelajaran saja seperti ketika masih ada UN.

Selain itu, asesmen ini juga tidak dilakukan berdasarkan semua mata pelajaran yang dipelajari selama di sekolah. Asesmen ini dilakukan untuk melihat dua kompetensi minimum setiap siswa, yaitu kompetensi literasi dan juga kompetensi numerasi.

Akan tetapi, jangan dipahami bahwa kompetisi literasi itu kemampuan anak membaca. Tidak seperti itu. Ini adalah penilaian yang dilakukan untuk menguji kemampuan siswa dalam menganalisa serta memahami bacaan. Sementara itu, yang dimaksud dengan kompetensi numerasi bukan kemampuan menghitung tapi kemampuan menganalisa dengan menggunakan angka.
Itulah yang disebut dengan Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan ujian nasional. Dan ujian pengganti UN ini akan mulai diterapkan pada tahun 2021.

Kapan Asesmen Dilakukan?

UN selalu diadakan di masa akhir sekolah, yaitu saat kelas 3. Dengan asumsi bahwa UN digunakan untuk menilai bagaimaan hasil belajar semua siswa.

Bagaimana dengan Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter? Asesmen ini tidak dilakukan di akhir sekolah, melainkan di tengah jenjang pendidikan, yaitu pada saat siswa duduk di bangku kelas 2.

Kenapa demikian? Setidaknya ada dua alasan mengapa ujian dilakukan di tengah jenjang pendidikan. Yang pertama, karena dilakukan di tengah jenjang pendidikan, guru akan memiliki waktu untuk mengevaluasi bagaimana perkembangan setiap siswa.

Dan ketika ada siswa yang dirasakan belum memenuhi standard minimal, maka masih ada waktu untuk dilakukan penggemblengan. Dengan harapan setiap siswa yang sudah lulus kelas 3 memiliki kompetensi standar minimum yang telah ditentukan.

Alasan yang kedua ini yang tak kalah penting. Karena dilakukan di tengah jenjang pendidikan, anak dan juga orang tua tidak stres. Pasalnya esesmen ini tidak akan dijadikan alat seleksi siswa.

Jadi, ada banyak sekali perbedaan yang begitu signifikan antara ujian nasional dengan Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter. Akan tetapi, apakah esesmen ini bisa diterapkan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan, hanya waktu nanti yang bisa menentukan.

Asesmen ini tidak dilakukan oleh instansi pendidikan melainkan Kemendikbud. Kemendikbud bekerjasama dengan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, entah itu yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri.

Ini dilakukan agar asesmen benar-benar obyektif dan juga sesuai dengan standar internasional. Meskipun demikian, asesmen tidak akan menghilangkan kearifan lokal. Memang standar nasional tapi kearifan lokal lebih diutamakan.

Itulah yang perlu dipahami mengenai Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter. Yang pasti, ujian nasional sudah dihapus dan diganti dengan asesmen ini.

Oleh sebab itu, mulai ajaran baru tahun 2020-2021, siswa yang duduk di kelas 2, entah SMP atau SMA harus siap mengikuti asesmen ini. Bagi tenaga pengajar, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Para guru harus tetap mengajar seperti biasanya. Namun, diharapkan para guru sekarang ini lebih mengedepankan pada peningkatan kualitas siswa dan penggalian bakat siswa.

Lebih dari itu, para guru juga lebih ditekankan untuk mengajarkan pendidikan karakter daripada pendidikan yang sifatnya intelektual. Ini menjadi kebutuhan yang penting.

Karena yang dibutuhkan oleh bangsa sekarang ini adalah generasi muda yang tidak hanya pintar secara intelektual tapi juga kreatif dan punya karakter. Tujuan inilah yang ingin dicapai sehingga ada perombakan dilakukan di bidang pendidikan. Dan menghapus ujian nasional menjadi pintu awal di mana perombakan besar-besaran tersebut dilakukan.

Referensi : “Harusnya Memang Dihapus Saja”: Indonesia Tidak Lagi Berlakukan Ujian Nasional Mulai 2021

____________________________________

Stella Maris School adalah sekolah internasional dan nasional untuk anak KB/TK hingga SMA. Salah satu visi Stella Maris yaitu “Menjadi Sekolah Dasar Terdepan dalam Penanaman Karakter Berlandaskan Iman Kristiani”. Tidak hanya mengembangkan kemampuan akademis tapi juga non akademis sesuai usia dan talenta siswa dengan tetap memperhatikan sisi psikologis. Hubungi kami untuk bertanya lebih lanjut tentang pengajaran di Stella Maris, pendaftaran sekolah ataupun beasiswa.

  • Post author:
  • Reading time:6 mins read