Sebuah riset mengungkapkan bahwa memberikan hukuman sebagai cara untuk mendidik si kecil yang sedang nakal atau tidak menuruti perintah hanya efektif dalam jangka pendek.

Anda memberikan hukuman biasanya karena tidak ingin si kecil yang masih balita mengulangi tindakan atau perilaku tertentu. Nah, pertanyaannya adalah, apakah hal tersebut efektif? Memberikan hukuman memang bisa membuat si kecil berhenti melakukan kenakalan.  Namun, perubahan perilaku tersebut didasari oleh rasa takut dan bukan karena bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Para ahli di bidang psikologi perkembangan anak memberikan saran kepada setiap orang tua untuk mendidik dengan konsekuensi. Konsekuensi diyakini akan memberikan dampak jangka panjang yang lebih positif pada perilaku dan pola pikir si kecil serta tidak mengakibatkan trauma. Lalu, seperti apa wujud konkret penerapan pola asuh tersebut?

  • Biarkan si kecil belajar menerima konsekuensi dari perilakunya sendiri

Menerima konsekuensi akibat sebuah tindakan menjadi salah satu cara proses pembelajaran bagi si kecil. Misalnya, jika ia merusakkan mainannya dengan membenturkan ke lantai, maka si kecil harus menanggung konsekuensi tidak bisa lagi menggunakan mainan tersebut. Jangan mengganti atau membelikan mainan baru saat itu terjadi!

  • Memberikan konsekuensi atas perilaku yang tidak baik

Untuk konsekuensi yang telah Anda tetapkan pada si kecil, pastikan bahwa itu terkait dengan perilaku buruknya. Ambil contoh, anak Anda melempar bola mainannya ke dapur, padahal Anda sudah mengatakan kepadanya bahwa dapur adalah area larangan bermain. Ketimbang memarahi atau menghukumnya, Anda memilih mengambil bola tersebut. Dengan demikian, si kecil akan selalu mengingat pembelajaran tersebut dan menghubungkan sebuah tindakan dengan konsekuensi.

  • Menetapkan batas yang jelas

Si kecil membutuhkan batasan yang jelas yang diatur dalam bahasa yang sederhana. Penting untuk tetap berpegang pada batasan dan dengan tenang menegakkannya. Batasan di satu sisi merupakan standar yang harus dipatuhi dan batasan yang Anda tetapkan harus sesuai dengan usia. Selain itu, si kecil tidak memiliki rentang perhatian yang lama, oleh karena itu, sebaiknya batasi tidak lebih dari beberapa kata dan sering mengulanginya!

  • Menjelaskan dengan gamblang

Terkadang si kecil tidak mengerti mengapa tindakan tertentu salah. Misalnya, jika ia memukul anak lain, Anda dapat menjelaskan kepadanya dengan menanyakan apakah ia akan merasakan sakit saat dipukul. Bagaimana perasaannya? Apakah ia akan merasa bahagia atau terluka? Lebih mudah bagi anak-anak untuk memahami ketika dijelaskan dengan gamblang pada mereka.

  • Cegah perilaku buruk berulang

Ini membantu untuk mengetahui akar penyebab mengapa si kecil berperilaku tidak baik. Misalnya, jika ia selalu menangis dan menolak untuk tidur pada waktunya, mungkin karena ruangannya terlalu gelap dan tindakan pencegahan sederhana seperti lampu tidur dapat menyelesaikan masalah.

Memberikan konsekuensi yang sehat berfokus untuk menumbuhkan kepercayaan diri si kecil bahwa dia bisa berperilaku lebih baik di masa depan, sekaligus membuatnya berpikir “Apa yang akan terjadi bila aku melakukan A atau B?”

Harus diakui, sebagian orang tua mendidik anak dengan memberikan hukuman karena meniru pola asuh yang mereka terima saat masih kecil. Terlebih jika orang tua sedang lelah atau emosi, hukuman biasanya menjadi reaksi spontan yang paling mudah dilakukan.

Saat usia buah hati masih balita, belum terlambat bagi setiap orang tua untuk mulai lebih cerdas dalam menerapkan pola asuh, serta mengadopsi cara mendidik dan mendisiplinkan anak yang lebih baik.

Jadi apa pendapat Anda, pilih hukuman atau konsekuensi untuk mendidik buah hati tercinta?

  • Post author:
  • Reading time:3 mins read