Kata optimis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal. Kalau kita kaitkan dengan situasi yang saat ini kita hadapi bersama yaitu krisis akibat pandemi Covid-19, sebagian besar dari kita pasti setuju bahwa di tengah situasi krisis seperti ini kita harus tetap optimis. Krisis berkepanjangan akibat wabah ini jika tidak disikapi dengan sikap optimis pada akhirnya akan merugikan diri kita sendiri. Ketakutan, kekhawatiran, maupun kecemasan adalah sebuah respons yang wajar sebagai manusia, namun jangan sampai hal tersebut membuat diri kita menjadi kehilangan harapan akan hari esok yang lebih baik. Terlebih orang-orang di sekitar kita, terutama anak-anak pasti sangat membutuhkan dorongan semangat dari figur orang tua di rumah. Mereka membutuhkan panutan atau role model  agar tetap bisa optimis di tengah berbagai situasi.

Martin Seligman, PhD, penulis buku “The Optimistic Child”, melakukan studi selama kurun waktu 30 tahun dan hasilnya menunjukkan bahwa sikap optimis pada anak-anak membantu menangkal depresi dan stres. Optimisme juga meningkatkan performa dan meningkatkan kesehatan fisik mereka di sekolah. Studi tersebut juga menemukan hubungan antara pesimisme dan depresi. Oleh karena itu sejak dini orang tua perlu memberikan contoh peran positif dan mengajarkan pendekatan optimis menghadapi realitas kehidupan pada anak. 

Menurut Seligman, sikap optimis pada anak harus diajarkan sejak dini. Mengapa? Karena mengembangkan optimisme butuh waktu, butuh proses, tidak bisa serta merta. Dan peran aktif orang tua sangat dibutuhkan. Untuk mengajarkan agar anak optimis, tidaklah cukup hanya dengan mengucapkan “mantra” sederhana seperti “Jangan khawatir, bahagialah”. Namun yang terpenting adalah membangun sebuah pandangan tentang dunia yang positif tetapi realistis, yang membantu anak menjadi tangguh, mandiri, serta percaya diri. Sikap optimis juga merupakan salah satu keterampilan kecerdasan emosional (EQ) penting yang akan sangat membantu anak di sekolah maupun di lingkungan sekitar.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengembangkan sikap optimis pada anak:

  • Mulai dari diri orang tua

Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang selalu bersikap optimis, maka akan bisa menjadi panutan bagi anak untuk mengembangkan sikap yang sama.

  • Pujilah upaya anak, bukan hanya prestasinya

Pada saat hasil belajar dia seperti yang diharapkan, tetap berikan semangat dan pujian agar ia tetap percaya diri dan bisa berprestasi lebih baik di masa datang. Beri penghargaan pada proses yang sudah ia jalani.

  • Melakukan hal-hal positif

Kalau ada teman main anak kita yang sedang sakit dan kebetulan tetangga kita, ajak dia untuk menjenguk temannya. Hal tersebut akan memunculkan perasaan positif pada diri anak.

  • Apabila hal buruk terjadi, ajak anak melihat gambaran yang lebih besar

Ketika misalnya anak melihat atau mendengar tentang kejahatan, kita bisa mengatakan “Ya, ada orang jahat di dunia, tetapi ada banyak orang yang lebih baik.” Sehingga kita membantu mereka untuk bersikap realistis, benar bahwa ada hal buruk di sekitar kita, tapi tidak semua yang terjadi adalah hal buruk.

Sekolah Stella Maris selalu berusaha memberikan pendidikan karakter positif demi masa depan siswa yang lebih baik. Optimisme adalah sebuah karakter yang salah satunya bisa dibentuk dan dikembangkan di lingkungan sekolah, selain lingkungan rumah. Apa yang dilakukan para guru beserta karyawan di Sekolah Stella Maris adalah upaya membentuk serta menumbuhkan sebuah lingkungan yang akan menjadi tempat pembelajaran para siswa agar memiliki pengetahuan dan menjadi pribadi yang berkarakter positif.

  • Post author:
  • Reading time:4 mins read